Kategori:
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menyampaikan kritik keras terhadap Paket Kebijakan Ekonomi terbaru yang diumumkan pemerintah.
Kebijakan yang diklaim bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini dinilai tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat luas, khususnya pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, menyebut kebijakan tersebut justru memperbesar beban UMKM dan masyarakat umum melalui kenaikan harga barang akibat meningkatnya biaya produksi.
Menurutnya, kebijakan ini lebih menguntungkan segelintir pihak tertentu dibandingkan memberikan solusi nyata bagi rakyat.
Salah satu poin dalam kebijakan yang disorot IWPI adalah pemberian subsidi listrik 50% untuk rumah tangga dengan daya 2200 VA ke bawah selama dua bulan.
Rinto menyatakan, kebijakan ini tidak relevan bagi UMKM yang sebagian besar menggunakan listrik dengan daya 3500 VA atau lebih, sehingga tetap harus membayar tarif penuh.
“Kebijakan ini seolah-olah membantu masyarakat kecil, tetapi sektor usaha seperti UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi justru terabaikan,” ujar Rinto.
IWPI juga menyoroti rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk bahan bakar industri mulai 2025. Kebijakan ini diyakini akan menaikkan biaya produksi, yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga jual barang di pasaran.
“Biaya produksi naik, sementara pajak tetap tinggi. Konsumenlah yang akan menanggung kenaikan harga ini,” jelas Rinto.
Selain itu, kebijakan tarif PPN ekspor barang hasil tambang sebesar 0% turut menuai kritik. Menurut IWPI, meskipun barang hasil tambang seperti batu bara dikenakan PPN sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), perusahaan tambang masih dapat mengajukan restitusi pajak. Hal ini berpotensi mengurangi penerimaan negara hingga Rp77 triliun pada 2023.
“Kami menduga kenaikan PPN umum menjadi 12% digunakan untuk menutupi kehilangan penerimaan dari sektor tertentu. Akibatnya, masyarakat luas harus menanggung beban tambahan,” tambahnya.
IWPI menilai kebijakan-kebijakan ini bertolak belakang dengan janji Presiden Prabowo Subianto dalam 8 Misi Asta Cita, yang berkomitmen meningkatkan daya beli masyarakat melalui pengendalian pajak. Alih-alih membantu, kebijakan ini justru memperberat beban rakyat dan pelaku UMKM.
“UMKM membutuhkan dukungan nyata, bukan sekadar wacana. Pemerintah harus mengutamakan kebijakan yang adil dan berkeadilan ekonomi,” tegas Rinto.
IWPI mendesak pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang berdampak pada daya beli masyarakat dan keberlanjutan UMKM.
Mereka juga meminta pemerintah memastikan prinsip keadilan ekonomi diterapkan dalam setiap kebijakan yang diambil.
“Subsidi sementara untuk rumah tangga kecil tidak cukup menekan dampak kenaikan harga di sektor usaha. Pemerintah harus kembali pada amanat pembangunan nasional yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat,” pungkas Rinto.***
Kategori: