Kategori:
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat
Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi pengadaan aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun.
“Hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaranya Rp1,3 triliun lebih,” kata Rinto Setiyawan, Ketua Umum (Ketum) IWPI di KPK, Jakarta, Kamis, (23/1/2025).
Rinto menyampaikan, IWPI menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun anggaran 2020–2024. “Tadi diterima di Dumas II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait aplikasi Coretax,” ujarnya.
Diungkapkan, IWPI sebenarnya telah menyiapkan 4 alat bukti. Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan keputusan (Kep) Dirjen Pajak. Kedua adalah bukti petunjuk.
“Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi yang eror yang dilaporkan wajib pajak, yang melaporkan kepada IWPI, terkait kendala-kendala itu," kata Rinto.
Sedangkan dua bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI, yakni saksi dan juga ahli jika KPK memerlukan. “Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” ujarnya.
Terkait indikasi awal dugaan korupsi proyek Coretax ini, Rianto mengatakan, tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi seniai Rp1,3 triliun yang diluncurkan Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024, dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025.
“Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari pajak-pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyak mal fungsi aplikasi Coretax ini,” tandasnya.
Persoalan ini, kata dia, kian bertambah setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 yang menyatakan aplikasi Coretax bermasalah. “Untuk 790 pajak-pajak tertentu itu boleh menggunakan aplikasi yang lama,” ujarnya.
Menurut Rinto, ini sangat janggal karena katanya Coretax ini sangat canggih dan biayanya sanga mahal. Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.
Harusnya dibalik, kalau Coretax ini canggih, maka yang 790 ini harusnya memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil-kecil ini pakai aplikasi yang lama.
Pakar Hukum Pajak, Alessandro Rey menyampaikan, anggaran Coretax sangat fantastis namun implementasinya banyak kendala. Masih ada potensi malfunction, baik partially malfunction atau completely malfunction.
“Banyak fitur-fitur yang sampai dengan sekarang dikeluhkan oleh wajib pajak,” ujarnya.
Contoh persoalan Coretax lainnya, yakni kendala login dan penggunaan sertel untuk menerbitkan faktur pajak. Ini merugikan wajib pajak. Pasalnya, ketika faktur pajak tidak bisa diterbitkan maka tida bisa dilaksanakan kegiatan bisnis.
“Tidak ada proses transaksi yang bisa dilakukan, maka itu menghambat tentunya pertumbuhan ekonomi ya, kegiatan bisnis bisa terhambat,” tandasnya.
Rey mengungkapkan, penggunaan Coretax ini berpotensi menimbulkan pidana pajak karena ada kebocoran wajib pajak yang kemudian bisa dilihat atau kemudian bisa disalahgunakan oleh wajib pajak lain.
Atas laporan ini, juru bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menyampaikan, KPK akan menindalanjutinya sesuai prosedur yang berlaku. “Nanti kan dinilai, ditelaah dulu, fullbaket istilahnya. Tapi kan baru dilaporkan, butuh proses,” ucapnya.
Kategori: