Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat

image

MEDIUSNEWS - Ikatan Wajib Pajak Indonesia atau IWPI keberatan atas diskresi atau kelonggaran yang diberikan Komisi Yudisial (KY) terhadap nama Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara (Cakim Agung Khusus Pajak) yang sama dengan nama yang ditolak oleh Komisi III DPR RI.

Sekedar diketahui Komisi Yudisial (KY) meloloskan para cakim Agung yakni, Diana Malemita Ginting, L Y Hari Sih Advianto, dan Tri Hidayat Wahyudi.

Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan mengatakan terkait pernyataan KY bahwa pengusulan nama calon hakim agung kepada Komisi III DPR RI walaupun tidak memenuhi seluruh persyaratan administrasi, namun Komisi Yudisial menggunakan hak diskresi dalam mengusulkan Cakim Agung Kamar TUN (Khusus Pajak) tersebut.

"Perlu kami sampaikan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) yang berbunyi, diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang," kata Rinto

Rinto menjelaskan bahwa setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; mengisi kekosongan hukum; memberikan kepastian hukum; dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

"Berdasarkan ketentuan tersebut diatas seharusnya Komisi Yudisial melakukan penelaahan dan pengkajian secara detail atau komprehensif terhadap pengusulan Cakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak, apakah pemberian hak diskresi tersebut sebagai suatu tindakan yang didasarkan atas kegentingan atau tidak," tuturnya.

Dia menantang, kalau KY menggangap sebagai suatu kegentingan dalam pengusulan Cakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak tolong tunjukan dimananya.

"Karena pada faktanya tidak semua Cakim Agung yang mengikuti seleksi untuk kemudian diusulkan kepada Komisi III DPR RI sehingga berdasarkan hal tersebut bukan merupakan kegentingan yang harus diberikan hak diskresi oleh Komisi Yudisial," tanya dia.

Langkah KY atas pemberian diskresi yang dilakukan, menurutnya tidak mencerminkan kegentingan serta telah menimbulkan ketidak pastian dalam penegakan hukum dan menyebabkan kekhawatiran terhadap masyarakat sebagai pencari keadilan.

"Bahwa tindakan diskresi yang dilakukan oleh KY itu sendiri telah bertentangan dengan pernyataan atau keterangan pada saat proses wawancara terbuka yang disampaikan oleh Cakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak, dimana dalam keterangannya yang disampaikan oleh ketiga nama Cakim Agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial kepada Komsisi III DPR RI dengan dibuktikan melalui Link Youtube: https://l1nq.com/7bPzl," tutur dia.

Karena itu, pihaknya memohon kepada Ketua KY untuk mempertimbangkan kembali usulan Cakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak karena usulan yang diusung oleh KY dimana berasal dari pejabat dibawah lingkungan Kementrian Keuangan dimana tingkat conflict of interest atau konflik kepentingannya akan sangat tinggi.

"Karena surat keberatan ini untuk dapat mempertimbangkan kembali keputusan yang disampaikan KY. Karena perlu diingat keputusan ini kelak akan dipertanggung jawabkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa," tandasnya.

Sebelumnya dari laman youtube Komisi Yudisial, pada Jumat 6 September 2024, KY memberikan klarifikasi alasan dipilihnya dua nama yang sama sebagai Cakim Agung Kamar TUN Khusus Pajak.

Menurut Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata berdasarkan pleno, KY memberikan diskresi atau kelonggaran persyaratan berdasarkan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Pasalnya hakim pajak merupakan hakim karir yang memiliki pengalaman sedikitnya 20 tahun sebagaimana UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Namun, karena Pengadilan Pajak baru berdiri tahun 2002, dan syarat usia minimal hakim pajak 45 tahun, sehingga tidak ada pengalaman. Paling senior di Pengadilan Pajak hanya mempunyai pengalaman 15 tahun sebagai hakim.

Kemudian KY beralasan bahwa kebutuhan MA sangat mendesak, lantaran jumlah tumpukan perkara lebih 7 ribu, sedangkan MA hanya punya satu orang hakim agung TUN Khusus Pajak. Selain itu, pendaftar cakim Agung Kamar TUN Pajak terbatas, sehingga diskresi diperlukan.***

Kategori: