Grand Slipi Tower, Unit 36-E Perkantoran. Jalan. Kota Adm Jakarta Barat

image

Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menilai berlakunya tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang telah berlaku pada awal 1 Januari 2025 ini dengan menggunakan aplikasi coretax telah ditentukan dan bersifat statis, bukan dinamis.

Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan mengatakan pihaknya telah mencoba membuat faktur pajak pada aplikasi coretax untuk seluruh kategori kode transaksi.

“Saat melakukan percobaan, anehnya semua kode transaksi bisa memanfaatkan fungsi perubahan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) lain melalui menu checklist DPP Nilai Lain/DPP," ujar dia dalam keterangannya, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025. 

Hal ini lanjut dia kontras dengan standar operasional prosedur atau SOP yang menjadi pedoman aplikasi pendahulunya, yaitu e faktur.

"Dari fakta ini, nampak jelas kalau PMK tersebut diterbitkan hanya sebagai sebuah solusi kalang-kabut yang disusun tengah malam untuk tetap mengindahkan narasi konferensi pers Presiden RI terkait kenaikan tarif PPN,” urainya.

Memang lanjut dia, dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak atau UU HPP tersebut, pada pasal 7 ayat 1 huruf b disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen yang sudah mulai berlaku pada 1 Januari 2025. 

Namun, pemberlakuan UU HPP tersebut telah dianulir oleh Presiden Prabowo Subianto. Prabowo memutuskan hanya menerapkan PPN 12 persen khusus barang mewah.

"Presiden Prabowo memenuhi janjinya yang diucapkan 2 (dua) pekan menjelang Pilpres bahwa jika terpilih, dirinya tidak akan menaikkan tarif pajak," tutur dia mengingatkan.

Janji yang diucapkan Presiden Prabowo itu kata dia disampaikan saat menghadiri diskusi 'Industri Keuangan dan Pasar Modal dalam Roadmap Menuju Indonesia Emas' di Jakarta, pada 29 Januari 2024 silam. 

Namun, uniknya, menanggapi kebijakan Prabowo yang dinilai banyak pihak pro rakyat tersebut. Malah, kata dia, Menkeu Sri Mulyani justru membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

PMK 131 itu tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean, Dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean.

“Peraturan Sri Mulyani tersebut terkesan berusaha ngakali implementasi kebijakan Prabowo,” tutur dia. Sebab, implementasi dari PMK Nomor 131 Tahun 2024 terkait pasal 5 butir a yang menyatakan bahwa PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen tersebut. 

Hal itu, kata dia dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11 per 12 dari harga jual.

"Pasal itu, diduga memang diluncurkan untuk mendukung implementasi Coretax tersebut.

Rinto menambahkan jika ditilik lebih jauh, Coretax belum mampu mengakomodir UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan bahwa PPN bisa dikenakan antara 5 persen sampai dengan 15 persen.

"Dalam hal ini, kategori kode transaksi 04, untuk DPP Nilai Lain tidak ada gunanya karena pada akhirnya, semua kode transaksi bisa menggunakan menu DPP Nilai Lain," ungkapnya. 

Rinto melihat glorifikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) tentang sempurnanya system coretax lagi-lagi menjadi pembelajaran berharga bahwa kematangan proses bisnis lah yang membuat system menjadi layak pakai, imbuh Rinto.

Tentang tidak sempurnanya aplikasi coretax juga dikomentari pakar IT Erick, yang mengatakan bahwa, programmer software custom seharga 1.3 triliun rupiah pun bukanlah tukang sulap.

"Mereka pasti akan kalang kabut bila ada perubahan mendasar dari sebuah sistem yang sebenarnya hanya disiapkan untuk satu konfigurasi saja,” tutur Erick. 

Bila sementara waktu cara untuk “mengakali” adalah dengan melegalkan perubahan nilai DPP pada seluruh kategori, maka saya meragukan bila sistem ini bisa dianggap future proof.

Sedangkan Ahli Hukum Pajak, Alessandro Rey, seharusnya, seluruh narasi konferensi pers Presiden RI mengenai kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah bisa disahkan dalam bentuk Perppu.

"Dengan mengeluarkan PERPPU, Presiden akan mendapatkan apresiasi tinggi di mata rakyat karena memenuhi salah satu komitmennya, yaitu: mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia di atas kepentingan segala golongan," tandas dia.***

Kategori: